Dalam alquran, di surat Ghafir
(40) ayat 4, Allah berfirman bahwa tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir.
Surat ini jangan diartikan bahwa setiap kali ada orang yang mempertanyakan kembali keabsahan penafsiran kita terhadap suatu ayat, langsung dianggap kafir, atau imannya lemah. Bisa jadi jangan-jangan penafsiran kitalah yang salah. Ayat Allah memang mutlak benar, karena Allah Maha Benar, sedangkan kebenaran penafsiran kita terhadap ayat Allah bernilai relatif, karena yang menafsirkan manusia. Kita manusia yang bisa benar dan bisa juga salah. Oleh karena itu dalam menafsirkan ayat harus disertai data-data yang akurat, bukti-bukti yang kuat, dan logika berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan dan teruji. Bukankah Allah selalu mengingatkan kita untuk selalu berpikir? "afalaa ta'qiluun".
Salah satunya adalah pembahasan tentang ayat Allah di surat
Al-Qamar (54) ayat 1. Allah berfirman, “Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan”.
Mengapa bulan dianggap terbelah?
Berdasarkan ayat tersebut, beberapa umat muslim menafsirkan bahwa dulu bulan (satelit alami bumi) pernah terbelah. Dan sebagian bahkan berusaha menunjukkan bukti-bukti berupa foto dari satelit buatan manusia.
Ayat-ayat Allah senantiasa mengajak manusia untuk berfikir. Oleh karena itu jika ayat-ayat tersebut berisi tentang fenomena alam, maka untuk mendalami makna ayat tersebut ya harus menggunakan ilmu pengetahuan alam.
Jika ada ketidaksesuaian, maka kemungkinannya ada dua:
- ilmu pengetahuan yang ditemukan manusia masih belum memasukkan semua variabel, sehingga masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
- penafsiran manusia terhadap ayat Allah yang keliru. Ini biasanya terjadi jika penafsiran ayat masih tekstual saja. Sedangkan ayat Allah tetaplah benar.
Kembali ke pembahasan “telah terbelah bulan”. Makna “telah bulan terbelah” sempat saya tanyakan kepada teman saya yang ahli bahasa arab. Ternyata kata “ansyaqqa” memang berarti terbelah. Ketika sesuatu terbelah, maka kondisi setiap belahan pastilah berbeda dan memiliki batasan belahan yang sangat jelas dan tetap.
Masalahnya adalah apakah jika sebuah benda terbelah maka harus selalu dimaknai benda tersebut terputus, sepertinya layaknya ekor cicak yang terputus dari badannya? Tentu tidak. Misalkan saja:
- otak, ada belahan kanan dan belahan kiri, tidak terputus khan.
- jalan raya, ada lajur kanan dan lajur kiri, sebelah kanan dan sebelah kiri, juga tidak terputus.
Sehingga apa sebenarnya makna “telah terbelah bulan”? Tak lain dan tak bukan, ternyata Allah mengajak kita memikirkan sifat-sifat bulan dan pergerakannya.
Apa hubungannya? Berikut ini saya jelaskan.