Cerita dalam Kekayaan Budaya Asli Indonesia: Aksara Jawa
Aksara adalah sistim tulisan. Sistem tulisan merupakan salah satu dari kekayaan budaya dari suatu bangsa. Aksara-aksara yang ada di beberapa daerah di Indonesia pada zaman ini relatif kalah populer dibandingkan dengan bahasa latin. Hal ini wajar, karena sistem baca tulis aksara Latin telah dipergunakan di seluruh dunia yang memberi kemudahan dalam mengadaptasi semua bahasa untuk kepentingan berkomunikasi. Karena jarang atau tidak pernah digunakan, akhirnya aksara-aksara yang ada di Nusantara ini pun lambat laun menghilang. Oleh karena itu, pemerintah kita pun berusaha tetap menjaga kebudayaan ini agar tetap dikenal dan tidak punah dengan cara memasukkannya ke dalam pelajaran sekolah, sebagai bagian dari muatan lokal. Salah satunya adalah Aksara Jawa, salah satu aset kebudayaan asli Indonesia yang telah diakui dunia dan mendapat pengakuan resmi dari Unicode, lembaga di bawah naungan UNESCO yang secara resmi diberikan pada 2 Oktober 2009.
Tahukah Anda bahwa baik Aksara Jawa “Hanacaraka”, Aksara Thai di Thailand, Aksara Burma di Myanmar, maupun Aksara Buhid di Filipina ternyata berasal dari satu rumpun atau asal yang sama? Mereka memang masih berasal “satu ibu” ... hehehe. Yup, kesemua aksara tersebut merupakan keturunan dari Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India Selatan yang merupakan keturunan dari Aksara Brahmi dari India Kuno. Dan, hampir semua aksara daerah di Indonesia merupakan turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India Selatan, termasuk semisal Aksara Bali, Aksara Sunda, dan Surat Batak (aksara untuk menulis bahasa Batak).
Inilah bentuk penulisan beberapa aksara tersebut
Aksara Jawa
Aksara Bali
Aksara Thai di Thailand
Aksara Burma di Myanmar
Hal yang unik dari Aksara Jawa
Terlepas bahwa Aksara Jawa “Hanacaraka” berangkat dari induk bahasa yang sama dengan aksara-aksara lainnya yang tersebut di atas, ada hal yang unik dari Aksara Jawa “Hanacaraka”, apa itu? Berikut penjelasannya.
Berdasarkan pemahaman tradisional,ada anggapan bahwa kelahiran Aksara Jawa berkaitan erat dengan legenda Aji Saka. Legenda itu tersebar dari mulut ke mulut yang kemudian didokumentasikan secara tertulis dalam bentuk cerita, seperti yang tertulis pada Serat Aji Saka.
Berdasarkan kutipan Serat Aji Saka (Kats, 1939) misalnya diceritakan bahwa Sembada dan Dora (bukan Dora the Explorer lho ya ... ^_^ ), yang merupakan pelayan atau abdi dari Aji saka, ditinggalkan di Pulau Majeti oleh Aji Saka untuk menjaga keris pusaka dan sejumlah perhiasan. Mereka dipesan agar tidak menyerahkan barang-barang itu kepada orang lain, kecuali Aji Saka sendiri yang mengambilnya.
Setelah Aji Saka tiba di Medangkamulan, lalu bertahta di negeri itu. Kemudian negeri itu termasyhur sampai dimana-mana. Kabar kemasyhuran Medangkamulan terdengar oleh Dora sehingga tanpa sepengetahuan Sembada,Dora pergi ke Medangkamulan.
Di hadapan Aji Saka, Dora melaporkan bahwa Sembada tidak mau ikut, Dora lalu dititahkan untuk menjemput Sembada. Jika Sembada tidak mau, maka keris dan perhiasan, yang Aji Saka tinggalkan di Pulau Majeti, dibawa Dora ke Medangkamulan.
Namun Sembada bersikukuh menolak ajakan Dora dan mempertahankan barang-barang yang sebelumnya sudah diamanatkan oleh Aji Saka, bahwa hanya Aji Saka saja yang boleh mengambilnya. Karena saling berselisih atau berbeda pendapat, akibatnya terjadilah perkelahian antara keduanya, oleh karena kesaktiannya seimbang, akhirnya mereka mati bersama.
Aji saka kemudian mengutus dua pelayan lainnya untuk menyusul ke Pulau Majeti, yaitu Duga dan Prayoga. Ketika mendapatkan kematian Sembada dan Dora dari Duga dan Prayoga, Aji Saka menyadari atas kekhilafannya. Sehubungan dengan itu, untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya dalam sebuah aksara , yakni Aksara Jawa.
Aksara Jawa dan Ilustrasi Kisah Aji Saka
Aksara Jawa “Hanacaraka”
- Ha Na Ca Ra Ka (hana / ana = ada. caraka = utusan. Ada utusan)
- Da Ta Sa Wa La (data = punya. sawala = perbedaan (perselisihan). Saling bertengkar karena berbeda pendapat)
- Pa Da Ja Ya Nya (padha = sama. jayanya = kekuatannya atau kedigjayaannya. Keduanya sama sakti, keduanya sama kuat)
- Ma Ga Ba Tha Nga (maga = inilah. bathanga = mayatnya. Inilah keduanya jadi bangkai)
FIKTIF: Aksara Jawa Diciptakan Oleh Aji Saka
Namun dari legenda tersebut, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Pulau Majeti sendiri adalah negeri antah-berantah dan merupakan mitos.Akan tetapi ada yang menafsirkan bahwa Aji Saka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka (Scythia), karena itulah ia bernama Aji Saka (Raja Shaka). Legenda ini melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa.
Selain Aji Saka sebagai tokoh fiktif yang masih belum jelas pula asal-usulnya.Nama kerajaannya yakni Medangkulan juga masih merupakan misteri karena secara historik sulit dibuktikan.
Ada pendapat bahwa Kerajaan Medang Kamulan mungkin merupakan kerajaan pendahulu dari Kerajaan Medang. "Kamulan" berarti "permulaan", sehingga "Medang Kamulan" dapat diartikan sebagai "pra-Medang". Kerajaan Medang memang tercatat dalam sejarah, sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, dan terdapat pula bukti-bukti fisiknya. Berdasarkan hal itu, maka semestinya Aksara Jawa yang menurut legenda dibuat oleh Aji Saka saat dia berkuasa di kerajaan Medang Kamulansudah berkembang dan digunakan dalam ketatanegaraan sebelum abad ke-8 (sebelum adanya kerajaan Medang).
Masalahnya adalah sampai saat ini bukti tulisan terawal yang ada di Jawa Barat dan sekaligus pulau Jawa, yaitu Prasasti Tarumanagara yang berasal dari pertengahan abad ke-5, juga ditulis menggunakan aksara Pallawa. Begitu pula prasasti-prasasti lainnya yang berasal dari abad ke-8 hingga ke-14, saat itu aksara yang banyak digunakan adalah Pallawa, Prenagari, Sansekerta, Jawa Kuna, Melayu Kuna, Sunda Kuna, dan Bali Kuna. Tidak ada satu pun prasasti-prasasti yang menggunakan Aksara Jawa.
Ketidakjelasan inilah yang sering menimbulkan praduga dan persepsi yang bermacam-macam dari para ahli sejarah. Sehingga, berdasarkan beberapa sumber referen di atas, bahwa kisah Aji Saka yang membuat Aksara Jawa itu hanyalah sebuah cerita fiktif atau legenda saja, karena bukti-bukti ilmiahnya yang lemah, dan tumpang tindih.
Satu-satunya fakta ilmiah yang berhubungan dengan legenda tersebut adalah bahwa aksara yang dipakai masyarakat Jawa muncul pertama kali setelah orang-orang India datang ke pulau Jawa. Diperkirakan bahwa sebelum itu etnik Jawa belum mempunyai aksara (Poerbatjaraka, 1952 : vii) sehingga masih berlaku tradisi kelisanan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri komentar atau masukan ya :)