Rabu, Juni 01, 2016

Main Jaranan

Yeeehaaa .... ketoplak ... ketoplak ..
Namaku KUTAM, singkatan dari kuda hitam. Aku itu kuda mainan dari barang bekas. Mas arvin sayang sama aku. Pertama kali aku dibuatkan sama ayah, mas arvin bawa aku tidur bersamanya. Diberi minum (pura-pura). Diberi makan (pura-pura). Dilempar (beneran) ... "lhoo, jatuh", katanya.

Gampang banget cara membuatku. Sebagai teman imajinasi yang asyik buat bermain, tak lama kok membuatku. Bahan-bahan yang dibutuhkan hanyalah sebagai berikut:
  1. lakban warna hitam (atau apalah terserah yang bisa merekat atau melapisi kotak kardus)
  2. minimal dua kardus bekas kemasan. Bisa menggunakan yang biasanya untuk mengemas spaghetti, pasta gigi, atau apalah yang berbentuk balok berukuran sedang. Kalau ayah pakai kardus bekas kemasan botol dan kardus bekas kemasan charger laptop. Ini digunakan untuk bentuk leher dan kepalanya.
  3. double tape, isolasi, atau lakban bening. Untuk merekatkan gambar mata, telinga, lubang hidung, dan mulut KUTAM.
  4. kertas gambar atau bekas kalender tebal warna putih untuk tempat menggambar bentuk mata, mulut, telinga, dan hidung.
  5. spidol untuk menggambar.
  6. kertas emas untuk rambut KUTAM. Kalau ayah pilih warna silver (sisa bikin mainan sebelumnya: magnet maze wall)
  7. satu kalender bekas yang masih utuh (tanpa kawat gantungnya) untuk membuat gulungan kalender berbentuk tongkat memanjang.
  8. Tali rafia secukupnya untuk ekor KUTAM.

Gampang banget cara membuat KUTAM. Langkah-langkah:

Kamis, Mei 12, 2016

Old Tyre Rocking Toy

Rocking Duck
Old Tyre Rocking Toy ... sama saja artinya dengan mainan kuda-kudaan dari ban bekas ^_^. Atau lebih tepatnya bebek-bebekan ... hehehe ... karena buatan saya lebih mirip bebek ketimbang kuda ^_^ .

Oke, ceritanya begini (silakan skip paragraf ini kalau tidak ingin didongengi dulu ... hehehe). Suatu ketika saya ajak mas Arvin (22 bulan) ke playground. Dia senang naik kuda-kudaan di playground, sedangkan di rumah dia punya mobil-mobilan tunggangan yang bergerak maju mundur, bukan naik turun. Semenjak itu, setiap kali naik mobil-mobilan, mas Arvin suka menggerakkan naik turun mobil-mobilan tunggangannya saat dinaiki. Walhasil, suara bruak-bruak-bruak menyertai. Kalau ini dibiarkan, bisa jadi mobil-mobilannya tidak akan lama lagi rusak. Saat itu saya bertanya ke dia, “Mas Arvin suka kalau ayah buatkan kuda-kudaan?”. Dan dia menjawab, “mau … suka”. Saat itulah saya berniat untuk membuatkan kuda-kudaan dengan bahan yang murah, mudah, dan memanfaatkan barang-barang bekas untuk didaur ulang. Yah, hitung-hitung mengajari anak untuk berkreativitas dan cinta lingkungan. ^_^

Setelah melakukan browsing sana-sini untuk mencari inspirasi, akhirnya saya menemukan ide untuk menggunakan ban luar mobil bekas sebagai alasnya. Bahan selengkapnya untuk membuat kuda-kudaan, antara lain:

  1. 1 ban luar mobil bekas. Awalnya saya ingin pakai ban bekas truk, tapi urung sebab meskipun bekas harganya yang agak mahal Rp50.000. Akhirnya saya mendapatkan ban mobil bekas berukuran tebal 185 mm dan diameter 700 mm, seharga Rp21.000. Tapi yang dipakai nanti hanya sepertiganya saja, sisanya bisa digunakan untuk ide proyek lain. Belum ada ide ^_^. So, technically … it’s only cost Rp7.000 for the tyre.
  2. 1 papan triplek eceran berukuran lebar 18 cm dan panjang 1 m seharga Rp15.000.
  3. 2 kayu meranti eceran masing-masing Rp6.000 dengan ukuran 4 cm x 6 cm dengan panjang 1 meter.
  4. Sekrup panjang 7 cm (20-25 biji) dan 5 cm (5-10 biji). Total kurang lebih Rp5000.
  5. 4 ring seukuran diameter sekrup. Saya beli di bengkel motor. Di toko material tidak ada.
  6. Cat minyak warna kuning (kaleng sedang) dan orange (kaleng kecil), atau sesuai selera. Kebetulan saya punya sisa cat minyak tersebut. Kalau beli habis sekitar Rp17.000.
  7. Flannel warna putih dan hitam secukupnya untuk membuat mata, atau terserah menggunakan apa untuk hiasan matanya. Kebetulan saya punya sisa kain kerajinan flannel, jadi langsung saja saya pakai.
  8. Lem UHU untuk menempelkan flanel.

Total harga seluruh bahan berkisar Rp50.000. Hasilnya cukup kuat, bagus, dan murah. Saya pernah cek harga kuda-kudaan yang baru. Harganya tentunya jauh lebih mahal sekitar Rp350.000. Beli secondnya pun ada, tapi tetap saja masih mahal Rp200.00-an. Ada sih yang jual kuda-kudaan second lumayan murah tapi bahannya dari kayu tipis, harga Rp70.000. Jadi ya kalau dihitung-hitung, kalau bisa bikin sendiri, terbukti masih banyak untungnya.

Langkah-langkah pembuatan kuda-kudaan
(tapi hasilnya bukan kuda, mirip bebek-bebekan, ... lebih lucu ^_^ )

Rabu, April 20, 2016

Rancangan Pusat Kota Asli Indonesia

Prototype alun-alun pada
kota Kabupaten di jaman kolonial
Akhirnya setelah lamaa sekali artikel ini saya simpan, tidak segera saya upload lantaran menunggu artikel ini dipublish lebih dulu oleh majalah sekolah tempat saya bekerja. Tidak seru juga kalau siswa saya baca online duluan sebelum terbit majalahnya. Hehehe...

Oke, jika dilihat dari judulnya, yaitu Rancangan Pusat Kota Asli Indonesia, maka artikel ini tentulah membahas alun-alun.

Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alun-alun adalah tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka tempat kediaman resmi bupati, dan sebagainya. Alun-alun (dulu ditulis aloen-aloen atau aloon-aloon) merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam dibuat oleh penguasa setempat.

Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986: 386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan kepala desa yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam hal pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan. Sedangkan menurut Thomas Nix (1949: 105-114), alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Oleh karena itu, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama dalam pembuatan alun-alun.

Asal-usul atau sejarah
Alun-alun (Jw : aloon-aloon) merupakan rancangan pusat kota tradisional asli Indonesia yang pada awalnya merupakan konsep perkotaan di masa kerajaan Hindu Majapahit. Sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Brandes, bahwa salah satu unsur peradaban di Indonesia asli adalah adanya pola susunan masyarakat MACAPAT (atau dibaca “mocopat”). Pola susunan masyarakat macapat merupakan susunan suatu ibu kota yang memiliki tanah lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat pemujaan atau upacara agama, pasar, dan penjara.

Perubahan Bentuk dan Fungsi Alun-alun dari Masa ke Masa
Pada zaman Hindu-Budha, alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat alun-alun) asal-usulnya ialah dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada “dewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.

Pada masa kerajaan Mataram, di alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram menghadap penguasa. Alun-alun pada masa itu sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi. Alun-alun berfungsi sebagai pusat administratif, artinya digunakan sebagai tempat masyarakat berkumpul untuk memenuhi panggilan dan mendengarkan pengumuman, serta untuk melihat unjuk kekuatan bala prajurit dari penguasa setempat. Alun-alun berfungsi sebagai pusat sosial budaya, artinya digunakan sebagai tempat masyarakat berinteraksi satu sama lain dalam perdagangan, pertunjukan hiburan, ataupun olah raga.

Pada masa masuknya Islam,