Artikel ini bercerita tentang beberapa kesalahan dalam praktek hidroponik sistem pasang surut (ebb and flow atau flow and drain) yang saya terapkan. Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Teman-teman blog yang lain sering memberitakan keberhasilan mereka dalam berhidroponik, namun karena saya pendatang baru dalam berhidroponik, belajar juga masih dari paman Google dan bibi Youtube saja, dalam satu bulan ini saya masih kurang berhasil, sehingga yang saya tulis dalam artikel ini masih berupa pelajaran-pelajaran dari beberapa kesalahan saya. Ilmu yang sangat berharga, experience is a good teacher. Jadi, saya ingin share saja, barangkali ada para sesepuh hidroponik yang bisa kasih solusi lain atau setidaknya membantu para pendatang baru dalam hidroponik lainnya agar tidak melakukan kesalahan yang sama seperti saya.
Tetap semangat, terus belajar, dan mencoba ! …hehehe. Berikut beberapa pelajaran yang saya peroleh:
Tetap semangat, terus belajar, dan mencoba ! …hehehe. Berikut beberapa pelajaran yang saya peroleh:
- Perbandingan volume reservoir dengan volume talang air (growbed/tempat menanam) kurang mempertimbangkan ketinggian permukaan air dengan ketinggian pompa air rendam (saat reservoir dalam kondisi air keluar. Sehingga akibatnya air yang digunakan untuk mengisi growbed hanya bisa separuh, jika ketinggiannya dipaksakan full (dengan menambah ketinggian pipa overflow) maka pompa air rendam akan tidak lagi terendam sehingga bisa rusak.
- Ketinggian air yang kurang ini juga mengakibatkan kesulitan saat menaruh bibit tanaman karena permukaan air berada agak dalam, terutama bibit tanaman yang memiliki akar yang berukuran pendek. Masalah ini bisa dipecahkan dengan cara menyemai terlebih dulu bibit tanaman dan menunggu dalam waktu yang lebih lama untuk mendapatkan akar yang lebih panjang. Yah konsekuensinya tidak bisa langsung segera ditanam di growbed.
- Daun tanaman menguning, karena sedikit akar yang terendam sehingga nutrisi yang diserap tumbuhan tidak bisa banyak.
- Daun tanaman menguning juga disebabkan jumlah nutrisi yang ada di dalam larutan hidroponik hanya menggunakan POC. Perlu ditambahkan NPK 1 sdm dan gandasil D (daun) 1/3 sdm per 10 liter air (resep dari para sesepuh di google). Katanya sih paling bagus pakai ABMix ... tapi budgetnya yang belum bisa dan belum klik di hati. InsyaAllah jika yang pakai NPK ini sudah berhasil baru pakai ABMix.
- Tanaman mati karena sistem overflow menggunakan auto siphon pada sirkulasi air sempat tidak berfungsi . Air terus mengalir dan merendam terus menerus akar tanaman lebih dari 30 menit (batas toleransi waktu maksimal akar terendam), bahkan sempat seharian terendam. Sehingga ini menyebabkan akar membusuk dan tanaman pun menjadi mati. Ternyata masalahnya adalah seharusnya setelah pipa overflow tidak boleh terlalu banyak tikungan pipa, hanya boleh 1 tikungan (knee) pipa saja. Sirkulasi air boleh dibelokkan menggunakan tambahan selang air yang dihubungkan erat ke pipa, menurut pengalaman saya, dengan begini overflow masih berfungsi. Gambar di bawah ini yang saya maksud dengan auto siphon.
- Jumlah macam tanaman dalam satu growbed lebih dari satu macam, yang kebetulan memiliki kebutuhan ppm yang berbeda. Sehingga menyebabkan kesulitan dalam menentukan larutan nutrisi hidroponik dengan ppm yang sesuai dengan setiap tanaman.
- Jenis tanaman antara lain sayuran buah (terung dan lombok) dan sayuran daun (bayam, kangkung, kemangi). Seharusnya sayuran buah dan daun tidak boleh dijadikan satu karena memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda, contoh sayuran buah membutuhkan gandasil B (buah) saat akan berbunga, sedangkan sayuran daun tidak perlu.
- Kepekatan dan ph larutan nutrisi tidak terpelihara karena tercampur air hujan. Growbed berada di halaman depan yang tidak memiliki pelindung untuk menghindari guyuran hujan. Pelindung bisa berupa plastik bening atau kaca seperti konsep greenhouse. Namun hal ini masih bisa disiasati dengan cara menambahkan saluran pembuangan air hujan pada pipa sirkulasi air. Namun konsekuensinya adalah harus sering mematikan pompa air rendam saat musim hujan, dan membuka-tutup kran pembuangan secara manual. Tapi gak apa-apa lah lha wong budget saya hanya bisa pakai overflow pakai hukum fisika alias alami … hehehe. Saya sengaja tidak menggunakan timer yang seharga Rp200.000-an bukan hanya masalah budget tetapi juga karena pompa air lebih bertahan lama jika jarang dihidup-matikan (kata beberapa sesepuh di google).
- Bibit tanaman bayam yang saya gunakan sepertinya sudah kedaluwarsa, saya beli setahun yang lalu (setelah gagal di percobaan pertama dan kemudian belum ada kesempatan mencoba lagi), kurang tahu lagi jika disimpan oleh penjualnya sudah lebih dari dua tahun di tokonya. Bibit yang masih bagus yang kurang dari 3 tahun penyimpanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri komentar atau masukan ya :)