Senin, Mei 04, 2015

Kenapa saat merokok jadi lebih fokus

Rokok adalah salah satu bahan adiktif (bahan yang dapat menyebabkan kecanduan) yang menurut pandangan beberapa orang – yang merokok – setelah merokok, mereka bisa lebih fokus atau konsentrasi, dan bahkan bisa mengurangi stres. Nah, sekarang ini sebuah penelitian menilai pandangan tersebut hanyalah sebuah mitos. "Ah masak sih? Lha memang bikin jadi lebih fokus kok?", kata teman saya yang perokok. Dan bahkan lebih memilih tidak makan ketimbang tidak merokok. Apa yang sebenarnya terjadi?

Mike Knapton, direktur medis asosiasi untuk British Heart Foundation (BHF), menjelaskan, berdasarkan survei BHF yang dilakukan tahun lalu menemukan bahwa sepertiga dari perokok Inggris membenarkan bahwa mereka tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok, karena mereka percaya terhadap efek pengurangan perasaan cemas saat merokok.

Bertentangan dengan persepsi rokok sebagai pereda stres, perokok 70 persen lebih mungkin untuk menderita kecemasan dan depresi secara keseluruhan dibandingkan dengan non-perokok, ini merupakan hasil penelitian terbaru di University College London dan British Heart Foundation (BHF) yang telah memeriksa hampir 6.500 orang di atas usia 40 di Inggris tentang kebiasaan merokok dan hubungannya dengan kesehatan mental mereka.

Ahli kesehatan mental juga sangat menyarankan agar tidak menggunakan adiktif untuk membantu pasien mengatasi kecemasan dan depresi, termasuk rokok. Michael Roizen, M.D., kepala petugas kesehatan Cleveland Clinic dan penulis buku “This Is Your Do-over”, juga menambahkan penjelasan bahwa kunci mengatasi kecemasan dan depresi adalah dengan cara melakukan kegiatan positif, kebiasaan-kebiasaan yang lebih sehat, di mana hal ini dapat mengaktifkan sistem penghargaan (Reward System) yang ada dalam otak.

Kenapa saat merokok jadi lebih fokus dan stres terasa berkurang?
Apa hubungannya dengan sistem reward dalam otak?

Dalam ilmu saraf, sistem reward adalah kumpulan dari struktur otak yang mencoba untuk mengatur dan mengontrol perilaku dengan membangkitkan efek menyenangkan. Sistem reward ini adalah sirkuit otak yang ketika diaktifkan akan memperkuat perilaku.

Sistem reward dalam otak melibatkan dopamin. Dopamin adalah salah satu zat kimia dalam otak yang terkait erat dengan motivasi dan kecanduan. Dopamin membuat kita ingin mencari makanan sebelum kita lapar.

Nah, ketika orang memilih untuk tidak merokok, meskipun sedang ada permasalahan hidup, dan menggantinya dengan aktivitas positif lainnya yang dia minati, semisal berkebun, curhat kepada orang terkasih, atau memasak, maka ini akan memicu efek dopamin yang sama layaknya zat adiktif, dan tentunya lebih aman, tidak merusak atau berkontribusi terhadap penyakit.

Namun, ketika Anda merokok, maka kondisi sebenarnya yang terjadi adalah bukan menghilangkan stres Anda melainkan Anda memulai terjadinya nicotine withdrawal, yang gejalanya mirip dengan orang stres. Apa itu nicotine withdrawal?

Nicotin withdrawal adalah sekelompok gejala yang terjadi saat penghentian tiba-tiba atau penurunan asupan nikotin. Nikotin adalah zat adiktif yang paling umum ditemukan dalam rokok. Gejala penghentian atau penurunan nikotin bisa berupa keinginan kuat untuk menikmati nikotin lagi, kecemasan, depresi, perasaan gelisah atau frustrasi, sakit kepala, peningkatan nafsu makan, dan sulit berkonsentrasi. Gejala ini biasanya muncul sekitar 2 atau 3 jam setelah selesai merokok, yang membuat orang ingin untuk merokok lagi.

Mike Knapton menjelaskan bahwa gejala penghentian atau pengurangan nikotin sangat mirip dengan stres. Jika Anda berpikir rokok akan meringankan gejala-gejala tersebut, dan berpikir bahwa itu membuat Anda merasa lebih baik, maka Anda keliru. Ketika Anda selesai merokok, maka gejala-gejala itu akan muncul kembali. Dan kemudian tentu saja siklus ini akan berlangsung lagi secara berulang-ulang dari rokok ke rokok berikutnya, ke rokok berikutnya lagi, dan seterusnya. Inilah yang dinamakan kecanduan.


Mengapa perokok lebih memilih tidak makan daripada tidak merokok?
Sederhananya begini. Orang yang bukan perokok ketika sedang lapar juga akan sulit berkonsentrasi, dan bisa berkonsentrasi dengan lebih baik setelah makan dan berhenti sebelum lambung mereka kekenyangan (penuh). Namun, setelah energi terkuras karena aktivitas, kurang lebih 6-15 jam kemudian kita akan merasa lapar lagi, dan dopamin kembali “memerintah” kita untuk mencari makanan. Efek rokok sebagaimana halnya makanan, tetapi jauh lebih banyak dopamin yang dihasilkan oleh otak. Sehingga tubuh menilai efek “menyenangkan” yang didapat dari aktivitas merokok lebih besar daripada aktivitas makan


Inilah yang menyebabkan adanya fenomena jika para perokok diminta untuk memilih rokok atau makanan, maka kebanyakan dari mereka akan memilih rokok ketimbang makanan.

Menurut Knapton, sekitar 75% sampai 80% dari perokok yang mencoba untuk berhenti, akan kambuh sebelum mencapai 6 bulan bebas rokok. Namun jika semakin besar usaha seseorang berhenti merokok, diiringi motivasi yang kuat atas sesuatu yang lebih berharga, semisal keluarga yang dia cintai, maka semakin orang tersebut dapat mengenali gejala-gejala tersebut dan mengendalikan dirinya, serta mengarahkan dirinya ke kegiatan yang lebih sehat atau positif.

Temuan ini menunjukkan bahwa ketika para perokok berhenti merokok sebenarnya menjadi cara untuk meningkatkan kesehatan mental mereka sendiri. Lagipula, kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan kanker paru-paru, penyakit jantung, dan penyakit yang berpotensi fatal lainnya.

Jika sekarang Anda adalah perokok, maka semoga pengetahuan ini membuat Anda berhenti merokok. Dan jika Anda bukan perokok, maka bersyukulah dan jauhi rasa penasaran Anda untuk mencoba walau hanya 1 hisapan rokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentar atau masukan ya :)