Sabtu, Desember 22, 2012

Sejarah dan Berbagai Pendapat tentang Hari Ibu

Hari Ibu atau Mother’s Day di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei. Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day diperingati setiap tanggal 8 Maret. Di Indonesia, Hari Ibu dirayakan pada tanggal 22 Desember.

Sejarah penetapan ini berdasarkan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama yang diadakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di Gedung Dalem Jayadipuran, sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra hadir pada kongres tersebut. Kongres tersebut dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesa (Kowanii). Kemudian Kongres Perempuan Indonesia III pada 1938 memutuskan 22 Desember ditetapkan sebagai perayaan Hari Ibu. Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga sekarang.

Ada empat pendapat umum mengenai perayaan Hari Ibu ini:

Pendapat pertama,
Sebagai perayaan untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Biasanya dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Atau memberikan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya.

Pendapat kedua,
Sebagai perayaan untuk menjaga semangat kebangkitan wanita Indonesia secara terorganisasi dan bergerak sejajar dengan kaum pria. Hal ini merupakan semangat feminisme, yakni mensejajarkan diri dalam kualitas dengan laki-laki. Feminisme adalah idiologi yang dikembangkan oleh kalangan Eropa Barat dalam rangka memperjuangkan persamaan antara dua jenis manusia: laki-laki dan perempuan. Tujuan mereka adalah menuntut keadilan dan pembebasan perempuan dari kungkungan agama, budaya, dan struktur kehidupan lainnya. Intinya gerakan kebebasan bagi perempuan untuk menyaingi “superioritas” laki-laki.  Sifat laki-laki dalam konsep feminisme bisa juga dimiliki oleh kaum hawa. Tuntutan itu berkembang sampai pada tingkatan maskulinitas, yaitu kesetaraan antara perempuan dengan pria dalam segala hal. Tidak berarti perjuangan kaum feminis itu tidak mendapat reaksi keras, terutama oleh kaum hawa sendiri, karena tokoh-tokoh feminisme cenderung menghilangkan tanggung jawab domestik rumah tangga.

Pendapat ketiga,
Sebagai perayaan untuk menjaga semangat tulus seorang ibu yang dengan ikhlas membangun rumah tangga, mendidik anak-anaknya, sehingga anak-anak didiknya mampu membangun lingkungannya hingga dapat merubah dunia dengan kebaikan yang diajarkan.
Perayaan Hari Ibu juga sebagai perayaan untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Seorang ibu yang mampu bermanfaat bagi lingkungan sosialnya dan mau berbagi ilmu, dengan masyarakat. Jika dimaknai seperti ini maka Hari Ibu lebih layak apabila diperingati berdasarkan hari di mana Siti Hajar mengasuh puteranya Ismail di tengah kesendirian di padang pasir Mekkah, hari ketika Summayah berkorban nyawa demi mempertahankan akidah, hari ketika Cut Nyak Dien ditengah perannya sebagai Ibu rumah tangga harus memimpin pasukan Aceh melawan penjajah.

Menurut pendapat Anda, manakah pemaknaan Hari Ibu yang lebih baik?


"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu'min, laki-laki dan perempuan."
(Muhammad: 19)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri komentar atau masukan ya :)