Rabu, April 20, 2016

Rancangan Pusat Kota Asli Indonesia

Prototype alun-alun pada
kota Kabupaten di jaman kolonial
Akhirnya setelah lamaa sekali artikel ini saya simpan, tidak segera saya upload lantaran menunggu artikel ini dipublish lebih dulu oleh majalah sekolah tempat saya bekerja. Tidak seru juga kalau siswa saya baca online duluan sebelum terbit majalahnya. Hehehe...

Oke, jika dilihat dari judulnya, yaitu Rancangan Pusat Kota Asli Indonesia, maka artikel ini tentulah membahas alun-alun.

Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alun-alun adalah tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka tempat kediaman resmi bupati, dan sebagainya. Alun-alun (dulu ditulis aloen-aloen atau aloon-aloon) merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam dibuat oleh penguasa setempat.

Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986: 386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan kepala desa yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam hal pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan. Sedangkan menurut Thomas Nix (1949: 105-114), alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Oleh karena itu, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama dalam pembuatan alun-alun.

Asal-usul atau sejarah
Alun-alun (Jw : aloon-aloon) merupakan rancangan pusat kota tradisional asli Indonesia yang pada awalnya merupakan konsep perkotaan di masa kerajaan Hindu Majapahit. Sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Brandes, bahwa salah satu unsur peradaban di Indonesia asli adalah adanya pola susunan masyarakat MACAPAT (atau dibaca “mocopat”). Pola susunan masyarakat macapat merupakan susunan suatu ibu kota yang memiliki tanah lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat pemujaan atau upacara agama, pasar, dan penjara.

Perubahan Bentuk dan Fungsi Alun-alun dari Masa ke Masa
Pada zaman Hindu-Budha, alun-alun telah ada (Buku Negara Kertagama, menyatakan di Trowulan terdapat alun-alun) asal-usulnya ialah dari kepercayaan masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam, maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada “dewi tanah”. Yaitu dengan jalan membuat sebuah lapangan “tanah sakral” yang berbentuk “persegi empat” yang selanjutnya dikenal sebagai alun-alun.

Pada masa kerajaan Mataram, di alun-alun depan istana secara rutin rakyat Mataram menghadap penguasa. Alun-alun pada masa itu sudah berfungsi sebagai pusat administratif dan sosial budaya bagi penduduk pribumi. Alun-alun berfungsi sebagai pusat administratif, artinya digunakan sebagai tempat masyarakat berkumpul untuk memenuhi panggilan dan mendengarkan pengumuman, serta untuk melihat unjuk kekuatan bala prajurit dari penguasa setempat. Alun-alun berfungsi sebagai pusat sosial budaya, artinya digunakan sebagai tempat masyarakat berinteraksi satu sama lain dalam perdagangan, pertunjukan hiburan, ataupun olah raga.

Pada masa masuknya Islam, bangunan masjid dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk Shalat Idul Fitri. Konsep alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi dan perdagangan (sungai) sehingga mudah dicapai dari jalur transportasi maritim saat itu.

Suasana alun-alun
Sidoarjo sekarang
Pada masa kekuasaan Belanda di Nusantara, tata lingkungan alun-alun juga mengalami perubahan. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun. Belanda juga mendirikan beberapa bangunan yang berfungsi untuk kepentingan mereka dan sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, serta kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).

Periode zaman kemerdekaan, banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun Malang. Beragam faktor yang menyebabkan di antaranya adalah kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, dan perdagangan. Pada umumnya alun-alun sengaja dibangun di lokasi yang strategis. Hal inilah yang membuat alun-alun kini banyak dijadikan sebagai tempat wisata bagi para pengunjung.
alun-alun Malang tempo dulu

alun-alun Malang sekarang

1 komentar:

Beri komentar atau masukan ya :)