Kamis, Juli 01, 2010

Plastik Ramah Lingkungan yang Cepat Terurai

contoh plastik ramah lingkungan... apa itu bioplastik?... apa arti tulisan "100% degradable" di plastik indomaret?... masalah plastik.... peran bakteri Ralstonia eutropha... penemu bioplastik, Khaswar Syamsu... biaya produksi bioplastik... bahan plastik organik...

Sudah sejak tahun 2009, salah satu toko ritel yang cukup terkenal (Indomaret) menggunakan kantong plastik ramah lingkungan oxium (oxi degradable) yang mudah terurai (biodegradable).

Dengan teknologi ini, maka plastik yang dibuang akan terpotong-potong menjadi bagian-bagian kecil selama 4 bulan, kemudian plastik akan terurai dalam jangka waktu kurang lebih 24 bulan.

Namun penggunaan plastik ini masih menuai kritik karena
plastik Oxi-degradable mengandung aditif seperti: logam kobalt, mangan, atau besi yang membantu proses agar plastik lebih cepat menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dengan bantuan panas atau cahaya, yang kemudian terurai oleh mikroba. Penggunanan logam ini terus-menerus pasti akan menyebabkan pencemaran tanah. Keberatan yang lain adalah waktu penguraian plastik jenis ini masih cukup lama, bahkan setelah dua tahun, plastik Oxi-degradable belum benar-benar hancur.

Nah, kini telah ditemukan plastik yang lebih ramah lingkungan daripada plastik Oxi-degradable, dikenal dengan sebutan sebagai Bioplastik.
Plastik ini terbuat dari kelapa sawit dan sagu.



Gambar tumbuhan kelapa sawit (kiri) dan tumbuhan sagu (kanan)


Proses pembuatan Bioplastik menggunakan bakteri impor dari Jepang yang bernama Ralstonia eutropha.



Gambar bakteri Ralstonia eutropha


Meskipun impor dari Jepang, ternyata yang melakukan uji coba dan menemukan bakteri ini serta mengimpornya adalah orang Indonesia (Indonesia gitu lho...). Beliau adalah seorang perekayasa dari Institut Pertanian Bogor, bernama Khaswar Syamsu.


Khaswar Syamsu


Beliau berhasil merekayasa pembuatan plastik terbuat dari bahan pati sagu dan lemak sawit sehingga menjadi plastik ramah lingkungan atau bioplastik. Bioreaktor buatan Jerman digunakan Khaswar untuk memulai risetnya sejak tahun 2000 hingga 2006. Beliau berhasil menemukan metode pembuatan bioplastik dan mendaftarkan patennya.

Alternatif bahan yang digunakan untuk membuat plastik ramah lingkungan atau bioplastik adalah bahan baku yang dihasilkan oleh mikroba yang disebut PHA (Poly Hydrozxyalkanoates). PHA merupakan polimer yang kuat dan keras, dan bisa digunakan untuk membuat benang jahit untuk operasi bedah, bahan sekali pakai, pembalut wanita, popok bayi, hingga barang-barang kemasan yang dipergunakan sehari-hari.

Tujuh uji coba bioplastik juga telah dilaksanakan. Uji coba itu meliputi kekuatan tarik, elastisitas, perpanjangan putus, sifat termal, derajat kristalinitas, gugus fungsi dalam struktur kimia, dan biodegradabilitas atau keteruraiannya. Berdasarkan uji coba, ternyata bioplastik hasil rekayasa Khaswar dapat terurai atau termakan mikroba (hewan pengurai) dalam waktu 80 hari saja. Dibandingkan plastik yang terbuat dari endapan minyak bumi yang baru bisa terurai dalam waktu ribuan tahun bahkan bisa lebih. Tentu saja, ini menunjukkan bahwa plastik dari minyak bumi sudah saatnya ditinggalkan, agar bumi menjadi lebih terjaga dari pencemaran yang semakin parah.


Sebuah fakta menunjukkan pencemaran yang semakin parah ini. Bahwa berdasarkan penelitian, di dunia rata-rata keluarga menggunakan 1.460 plastik per tahun. Hanya kurang dari 1 persen plastik dapat hancur. Sedangkan di Indonesia sendiri, menurut catatan Kantor Lingkungan Hidup, setiap hari rata-rata orang menghasilkan sampah 0,8 kg dan sebanyak 15 persen di antaranya sampah plastik. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220.000 jiwa diperkirakan jumlah sampah mencapai 26.500.000 kg atau 26.500 ton per hari. Tentu saja pencemaran lingkungan akibat plastik ini menjadi semakin menumpuk. Sehingga, alangkah bagusnya jika banyak pengguna plastik non degradable beralih ke plastik jenis yang mudah hancur.

Walaupun tanaman sagu dan sawit diketahui dapat menjadi bahan baku bioplastik yang ramah lingkungan, namun belum banyak kalangan industri yang tertarik, karena biaya untuk menghasilkan 1 kg polimer bioplastik berkisar US$17, sedangkan biaya untuk menghasilkan biji plastik hanya US$1 per 1 kg. Penelitian masih dilanjutkan Dr. Kashwar, mencari solusi untuk menekan dan menurunkan biaya produksi yang masih tergolong tinggi, mengingat potensi tanaman sagu sangat besar yaitu mencapai 1,128 juta ha dan sawit diperkirakan pada tahun 2010 Indonesia menjadi penghasil sawit terbesar dunia.









Ditulis oleh: OmCan
Sumber: http://taufiktanjung.blogspot.com, http://kikurnia.blogspot.com, http://koran.republika.co.id, http://www.litbang.deptan.go.id

1 komentar:

  1. mantab mas...

    green and clean mungkin ini yang harus menjadi perhatian semua orang, karena kondisi lingkungan kita yang terus menerus mengalami kerusakan yang mungkin berujung pada bencana besar

    hehe...cek akeh ne komen ne
    lek pas senggang mampir mas nang nggonaku

    BalasHapus

Beri komentar atau masukan ya :)